USD Conference Systems, Seminar Nasional Seni dan Budaya

Font Size: 
Agama Ekologis dan Wacana Non-Human Turn
Muhammad Rodinal Khair Khasri, Ali Ilyas

Last modified: 2023-10-17

Abstract


Artikel ini berangkat dari pertanyaan umum "Apakah wacana agama ekologis dapat berkembang melampaui kungkungan antroposentrisme?" Pertanyaan tersebut kongruen dengan mekanisme umum dalam agama-agama yang menitikberatkan hubungan manusia dengan alam berdasarkan prinsip daya guna. Artinya, manusia diperintahkan untuk menjaga alam atas dasar pengandaian bahwa manusia bergantung pada konten alam dalam pemenuhan kebutuhan. Dualisme manusia dan lingkungan mengimplikasikan penguatan antroposentrisme yang seolah memposisikan manusia sebagai puncak tertinggi dari hirarki realitas. Secara ontologis, hal inilah yang menjadi akar permasalahannya. Maka, artikel ini hendak merekonstruksi basis ontologis wacana agama ekologis. Rekonstruksi ini akan diawali dengan membangun sketsa ontologis bahwa lingkungan bukanlah sebatas entitas nonhuman, melainkan sebagai nonhuman agency. Memposisikan lingkungan sebagai nonhuman agency tidak sama dengan proses mistifikasi maupun demistifikasi. Karena, mistifikasi alam pada tradisi agama-agama pada akhirnya akan terjebak pada fungsionalisme tradisi yang seolah menghormati alam, namun sebaliknya menjadikan alam sebagai objek eksploitasi yang tidak adil. Proses rekonstruksi tersebut akan mengacu pada kerangka pikir Bruno Latour tentang Actor-network Theory dan Political of Things.


Keywords


Actor-network theory, Agama ekologis, agensi nonhuman, antroposentrisme

slot online slot gacor slot