Last modified: 2023-06-05
Abstract
Mentalitas konsumerisme dan budaya “throw away culture” (budaya sekali pakai) telah menjadi fenomena sosial di masyarakat kontemporer. Konsumerisme yang berlebihan memunculkan throw away culture yang mengarah pada penggunaan barang-barang sekali pakai dan mudah dibuang. Dalam pandangan Paus Fransiskus budaya throw away culture mengindikasikan ketidakpedulian manusia terhadap alam dan sesama manusia. Paus Fransiskus melihat bahwa fenomena throw away culture tidak hanya tercermin dalam penggunaan barang-barang, melainkan juga dalam penerimaan terhadap sesama, khususnya penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas sering dianggap sebagai kelompok yang tidak dapat memberi kegunaan bagi masyarakat dan oleh karena itu “layak dibuang”. Skripsi ini hendak memaparkan situasi yang sering dialami penyandang disabilitas dan bagaimana sikap Gereja khususnya Paus Fransiskus dalam menyikapi keberadaan penyandang disabilitas. Tujuan yang ingin dicapai adalah terbentuknya paradigma yang benar bahwa disabilitas bukanlah sesuatu yang harus disembunyikan atau dihindari, melainkan harus diterima dan dipahami.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah studi kepustakaan yang bersifat deskriptif-analitis. Data-data dan informasi diperoleh dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, artikel, dan observasi langsung di Panti Asuhan Cacat Ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mentalitas konsumerisme berdampak pada budaya throw away culture yang memunculkan berbagai dampak negatif seperti peningkatan ketidakadilan sosial. Manusia melihat sesamanya dari perspektif ekonomi. Artinya, ketika seseorang dianggap tidak lagi mampu memberikan kontribusi dalam hidup ini maka mereka dianggap “layak untuk dibuang”. Penyandang disabilitas adalah kelompok paling rentan mendapatkan perlakuan yang demikian. Oleh karena itu, Paus Fransiskus selalu menekankan pentingnya penerimaan dan inklusi.
Kata kunci: throw away culture, disabilitas, penerimaan, inklusi.