Open Conference Systems, Seminar Nasional Filsafat 2025

Font Size: 
Membangun Dialog Antaragama secara Autentik Berdasarkan Pemikiran Masao Abe
Reinaldo Patricio Tedja, Albertus Ananda Orlando, Andreas Rahul Pratama, Albert Aryasatya Ray Raja

Last modified: 2025-10-15

Abstract


Intoleransi dan diskriminasi berbasis agama masih menjadi persoalan serius di Indonesia, yang mengancam harmoni sosial dalam masyarakat yang majemuk. Realitas ini menunjukkan urgensi membangun dialog antaragama yang autentik untuk menemukan jembatan hidup saling memahami. Penelitian ini mengkaji pemikiran Masao Abe, filsuf Buddhis Jepang dari Sekolah Kyoto, yang menawarkan perspektif transformatif tentang dialog antaragama. Dua pertanyaan utama yang dirumuskan adalah: bagaimana Masao Abe memahami hakikat dialog antaragama, dan bagaimana pemikirannya dapat diaplikasikan dalam konteks pluralisme agama di Indonesia. Menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan, penelitian ini menelaah karya-karya utama Masao Abe serta literatur sekunder terkait dialog antaragama dan pluralisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Abe, dialog antaragama bukan sekadar percakapan formal atau diplomasi keagamaan, melainkan keterbukaan batin yang radikal untuk belajar dari tradisi lain dengan melepaskan klaim absolutisme kebenaran. Dialog sejati menuntut kesediaan untuk melampaui batas-batas doktrin demi pencarian kebenaran bersama yang mengakui dimensi kemanusiaan dan keilahian secara universal. Dalam konteks Indonesia, pemikiran Abe dapat diimplementasikan melalui pendidikan multikultural yang menekankan pemahaman mendalam terhadap tradisi keagamaan lain, pembentukan forum lintas iman yang berkelanjutan, serta pengembangan sikap kerendahan hati epistemologis dalam menerima keragaman. Penelitian ini menegaskan bahwa dialog antaragama model Masao Abe dapat menjadi landasan kokoh untuk membangun kerukunan, mengikis intoleransi, dan memperkuat kohesi sosial di tengah pluralitas masyarakat Indonesia.

Keywords


dialog antaragama, intoleransi, pluralisme agama, pendidikan multikultural.