Font Size:
Wayang Kulit Punakawan: Tuntunan Berjumpa dan Harmonisasi Dalam Simbolisme Adegan Goro-goro Wayang Kulit
Last modified: 2025-10-16
Abstract
Kearifan Lokal memiliki banyak nilai kehidupan salah satunya Budaya Jawa terkandung dalam ragam simbol, salah satunya melalui wayang kulit. Tokoh Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, Bagong) melambangkan empat unsur kebudayaan manusia: cipta, rasa, karsa, dan karya. Melalui guyonan dan sindiran dalam adegan goro-goro, mereka menyampaikan ajaran kepemimpinan: empati, pengendalian diri, integritas, dan keterbukaan terhadap kritik. Candaan atau kelakar bukan sekadar humor kosong, melainkan sarana komunikasi yang halus. Dalam percakapan yang diselingi candaan akan menciptakan situasi diantara subjek pembicara dengan yang lain suatu harmonisasi. Filsafat Punakawan secara keseluruhan mencerminkan nilai kesetaraan, dan kesadaran diri (eling lan waspodo) yang sangat relevan di tengah tantangan moral zaman modern yaitu minimnya ruang perjumpaan. Perjumpaan dengan candaan akan cepat memberikan harmonisasi. Wayang kulit menjadi tontonan, sekaligus tatanan dan tuntunan, di mana dialog jenaka Punakawan memberi ruang refleksi atas diri dan masyarakat. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan menganalisis representasi karakter Punakawan dalam Wayang Kulit serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Temuan penelitian menunjukkan bahwa Wayang Kulit tidak hanya mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal, tetapi juga membawa pesan moral dan harmonisasi pada masyarakat.
Keywords
Punakawan, Harmonisasi, Simbolisme, Perjumpaan, Goro-goro, Wayang Kulit