Last modified: 2025-10-17
Abstract
Abstract
Pepatah Dawan “Meup Onle Ate Tah Onle Usif” (Kerja Seperti Hamba, Makan Seperti Raja) dan pepatah Mentawai “Masua Dere, Masua Lolokkat” (Basah Kaki, Basah Leher) sama-sama menegaskan etika kerja dan penghargaan atas hasil. Keduanya relevan untuk menyoroti ketimpangan antara usaha dan hasil di era sekarang, terutama dalam sistem ekonomi yang menuntut produktivitas tinggi tanpa selalu memberi imbalan sepadan. Penelitian ini mengangkat dua permasalahan utama: pertama, bagaimana nilai kerja keras dan penghargaan hasil dapat dihidupkan kembali melalui kearifan lokal; kedua, bagaimana menjaga keharmonisan relasi manusia dengan alam.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji makna filosofis dan sosial-budaya dari kedua ungkapan tersebut serta mengeksplorasi penerapannya dalam pembangunan karakter masyarakat. Kearifan lokal dipandang bukan sekadar warisan budaya, melainkan solusi kontemporer terhadap masalah seperti alienasi kerja dan eksploitasi tenaga.
Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif melalui studi literatur, wawancara dengan tokoh adat Dawan dan Mentawai, serta pengamatan langsung. Analisis dilakukan dengan pendekatan hermeneutik untuk menyingkap makna filosofis dari kedua pepatah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ungkapan tersebut tidak hanya bermuatan motivasi, tetapi juga mengintegrasikan kerja keras, ketekunan, dan penghargaan hasil sebagai satu kesatuan moral. Masyarakat Dawan dan Mentawai memandang kerja sebagai pengabdian total, dengan hasil yang menjadi simbol kehormatan dan keberhasilan. Dengan demikian, nilai-nilai lokal ini berpotensi membentuk budaya kerja yang adil, manusiawi, dan relevan menghadapi tantangan global.
Abstract
The Dawan proverb "Meup Onle Ate Tah Onle Usif" (Work Like a Servant, Eat Like a King) and the Mentawai proverb "Masua Dere, Masua Lolokkat" (Wet Feet, Wet Neck) both emphasize work ethics and appreciation for results. Both are relevant for highlighting the disparity between effort and results in the current era, particularly in an economic system that demands high productivity without always providing commensurate rewards. This research addresses two main issues: first, how the values of hard work and appreciation for results can be revived through local wisdom; second, how to maintain a harmonious relationship between humans and nature.
The purpose of this research is to examine the philosophical and socio-cultural meanings of these two sayings and to explore their application in community character development. Local wisdom is viewed not merely as a cultural heritage, but as a contemporary solution to problems such as work alienation and labor exploitation.
The method used is a qualitative approach through literature review, interviews with Dawan and Mentawai traditional leaders, and direct observation. The analysis is conducted using a hermeneutic approach to uncover the philosophical meaning of both proverbs.
The research results show that this expression is not only motivational but also integrates hard work, perseverance, and appreciation for results into a moral whole. The Dawan and Mentawai communities view work as total dedication, with results becoming a symbol of honor and success. Thus, these local values have the potential to shape a work culture that is just, humane, and relevant to facing global challenges.