Last modified: 2023-11-01
Abstract
Kembali ke masa bapa-bapa Gereja untuk menemukan perspektif pembanding dalam memaknai dialog antarumat beragama adalah sebuah opsi yang tidak bisa diabaikan. Secara kontekstual, kita di Indonesia membutuhkan lebih banyak pendekatan historik-akademik untuk membangun dialog-dialog interreligius, baik secara internal di antara orang Kristen, di antara penganut agama-agama abrahamik, juga secara lebih luas di antara orang-orang yang memiliki interese mengenai agama. Justinus Martir, filsuf dan teolog, memiliki pengalaman intelektual dan aktual dalam pertemuan dengan agama lain. Dalam Dialogue with Trypho dengan Sitz im Leben-nya, Justinus Martir menekankan pentingnya filsafat dalam pencarian bersama menuju kebenaran dan mengeliminasi groundless stories dalam agama. Dialog tidak mengabaikan ortodoksi dalam beriman.