Last modified: 2025-10-17
Abstract
Gereja saat ini menghadapi pelbagai tantangan seperti sekularisasi dan digitalisasi. Dalam konteks ini, refleksi kritis terhadap identitas dan peran Gereja sangat penting. Pemikiran Dietrich Bonhoeffer tentang “Religionless Christianity” menekankan pentingnya iman yang lebih dalam dan autentik, melampaui ritual dan kekuasaan. Dengan menggunakan metode studi pustaka, artikel ini hendak menjawab pertanyaan mengenai bagaimana Gereja hidup di tengah zaman yang sekular ini. Dalam konteks Indonesia tantangan tersebut semakin kompleks karena Gereja juga bergumul dengan pluralitas agama, ketimpangan sosial, serta meningkatnya politik identitas yang sering kali menggerus solidaritas lintas iman. Selaras dengan pemikiran Bonhoeffer yang mendorong Gereja untuk melampaui batasannya sebagai institusi dan terlibat dalam ruang publik, Gereja perlu mengaktualisasikan Injil dalam kehidupan sehari-hari dengan kehadiran yang inklusif dan transformatif. Gereja perlu merekonstruksi identitasnya sebagai komunitas kontekstual dan profetis yang berperan dalam masyarakat sosial, bukan hanya sebagai lembaga religius. Dengan demikian, gagasan Bonhoeffer relevan untuk menegaskan peran Gereja sebagai “Gereja bagi dunia” yang hadir secara otentik dalam kehidupan manusia modern, menjawab kebutuhan dan tantangan zaman ini dengan kasih dan kebenaran.